Jumat, 25 Oktober 2013

Tugas Magang Media Center #3


Situs Berita Online
Berita merupakan hal wajib di era globalisasi. Seperti quotes Mark Twain , seorang penulis Amerika, “If you don't read the newspaper, you're uninformed. If you read the newspaper, you're mis-informed.” Seseorang yang tidak mengetahui berita di masa kini merupakan hal yang tak lazim, kata anak jaman sekarang “kudet” namanya. Berita dapat diperoleh dimana saja dan kapanpun waktunya. Berita dapat diperoleh dalam berbagai media, seperti cetak, televisi, radio, dan bahkan melalui internet. Kemudahan dalam mengakses berita ini semakin bertambah dengan adanya situs berita yang menyediakan informasi secara online, seperti detik.com, tempo.com, dan tribun news. Dengan adanya berita online, masyarakat dapat lebih cepat dan aktual dalam mengikuti perkembangan berita yang bahkan baru terjadi beberapa menit sebelumnya. Meskipun dalam bentuk online, berita didalamnya harus tetap memuat kaedah-kaedah yang terdapat dalam jurnalisme. Mari kita bandingkan antara detik.com, tempo.co, dan tribunnews.com.

Keaktualisasian merupakan aspek penting yang harus dimiliki setiap berita.  Situs online sudah dipastikan harus lebih aktual dibandingkan media cetak yang harus menunggu waktu terbit. Dari ketiga situs berita online tersebut, detik.com, tempo.co, dan tribunnews.com, sama-sama memiliki keaktualan yang baik. Namun, detik.com memiliki point lebih karena memiliki akun twitter yang setiap waktunya selalu memuat berita-berita terbaru sehingga lebih cepat dalam menyampaikan berita kepada publik.

Dalam segi desain dengan tujuan memudahkan mencari berita, menurut saya lebih nyaman tampilan tribunnews.com. Tampilan desain detik.com terlalu memiliki banyak konten didalamnya sehingga terkesan rumit dan bingung untuk mencari berita, berbeda dengan desain tribunnews.com yang terlalu sederhana sehingga pembaca kurang tertarik dan berkesan dinamis. Untuk segi desain, tempo.co memiliki desain yang menarik namun tidak berkesan rumit dan ribet untuk dibaca.  Sehingga Tempo.co lebih mudah mencari berita dibandingkan detik.com, namun memiliki desain yang menarik sehingga membuat pembaca tak jenuh untuk membacanya. Dengan demikian, tempo.co memiliki point lebih dalam segi desain.

Meskipun dalam bentuk media online, seperti yang telah disebutkan sebelumnya harus memuat kaedah-kaedah jurnalisme. Berita harus memiliki tubuh yang menarik, mudah dipahami, dan menerapkan struktur piramida terbalik. Dari ketiga situs online yang sedang dibahas, semua menerapkan struktur piramida terbalik yang memuat  unsur 5-W + 1-H didalamnya. Detik.com mengemas berita dengan judul yang lebih menarik.  Seperti “Dilarang Jokowi, Sarimin Tak Lagi Pergi ke Pasar”, yang isinya memuat berita mengenai pawang doger monyet yang terkena razia. Mungkin penggunaan judul ini dibuat agar dapat menarik minat pembaca. Namun berita harus tetap memiliki kesesuaian baik isi mapun keterkaitan judul, seperti quotes yang disampaikan sebelumnya yaitu jangan percaya begitu saja dengan apa yang disampaikan. Lain halnya dengan detik.com, tribunnews.com dan tempo.co yang membuat judul berita sesuai dengan isi berita tersebut sehingga tidak memiliki ciri yang berbeda dengan berita pada umumnya.

Apapun media yang digunakan, termasuk berita online, Jurnalisme harus menyediakan forum baik untuk kritik maupun komentar dari publik. Ketiga situs berita tersebut sama-sama menyediakan kolom komentar ataupun pendapat dari pembaca mengenai berita yang dibacanya. Disetiap berita yang dimuat dalam ketiga situs tersebut, terdapat kolom diakhir berita untuk diisi oleh publik.

                Kesimpulan dari ulasan yang saya bahas ini adalah setiap situs berita online, baik  detik.com, tempo.co, dan tribunnews.com, memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Media Center yang merupakan sarana penyampaian informasi kejadian dan berita untuk mahasiswa-mahasiswi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara harus mengikuti kaedah dan elemen jurnalisme. Dari ketiga situs yang telah dibahas, menurut saya tidak ada yang begitu cocok untuk dijadikan pedoman Media Center dalam mengemas berita. Namun, dapat di kombinasikan kelebihan-kelebihan yang ada dari ketiga situs berita tersebut. Dalam segi desain, tempo.co dapat dijadikan pedoman karena tidak terlalu rumit, berita mudah dicari, dan menarik tentunya. Dalam segi keaktualan berita, detik.co dapat dijadikan pedoman karena cepat dalam menyampaikan berita, dan memiliki twitter yang aktif sehingga menjadikannya point lebih.   Semoga ulasan yang saya bahas dapat bermanfaat , terutama untuk kemajuan Media Center yang dapat mencerdaaskan dan mencerahkan.

Jumat, 18 Oktober 2013

essay magang media center


Berita selalu erat kaitannya dengan wartawan. Dapat dikatakan, dimana ada berita disitu ada wartawan. Wartawan memiliki tugas untuk melaporkan suatu berita  yang dipilih dengan sengaja oleh media untuk disiarkan dengan anggapan bahwa berita yang terpilih dapat menjadi fakta terkini yang menarik banyak orang. Menuliskan suatu berita bukan hanya mencurahkan isi hati dengan kemauan tersendiri, melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan kebenaran isi berita tersebut.
Dewasa ini, sering muncul berita-berita yang harus dipertanyakan kebenaran isi berita tersebut. Tanpa melupakan unsur-unsurnya seperti kebenarannya, aktual, dan informatif, berita harus dikemas dengan menarik agar dapat membuat orang banyak tertarik untuk mencari informasi tersebut.
Dalam dunia berita, selain terdapat unsur-unsur yang harus diterapkan dalam peyusunannya, juga terdapat istilah-istilah yang harus diketahui oleh seorang wartawan dan seluruh anggota yang bekerja di dunia berita.
Dunia berita memiliki korelasi yang erat dunia jurnalistik. Jurnalistik merupakan salah satu istilah dalam dunia berita. Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journalistiek yang artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Dapat dikatakan, jurnalistik merupakan suatu kegiatan atau pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting, dan menyebarluaskan berita atau informasi  dalam kehidupan sehari-hari kepada publik dengan  aktual, cepat, dan dipercaya kebenarannya. Selain jurnalistik, juga terdapat istilah jurnalisme. Jika dilihat dari pembentukannya, hampir sama dengan kata jurnalistik yang berasal dari kata dasar journal, namun memiliki perbedaan arti. Jurnalisme merupakan catatan atau laporan mengenai kejadian sehari-hari.
Wartawan harus bisa menyampaikan isi berita kepada publik dengan jelas. Dalam dunia berita, dikenal istilah piramida terbalik. Piramida terbalik adalah sebuah struktur penulisan sabuah tulisan untuk memudahkan pembaca mengetahui maksud dan inti dari suatu berita. Selain isi berita dapat tersampaikan dengan jelas,  Seorang wartawan juga harus bisa memetakan suatu berita dengan sudut pandang objektif, tidak hanya dari satu sisi saja. Cover both side merupakan istilah dalam dunia berita dengan memetakan kedua belah pihak, tidak hanya menilai suatu perkara dari satu sisi saja, tapi dari berbagai sisi sehingga tidak berat sebelah dan hasilnya adil, dan supaya berita yang disampaiakan menjadi berita yang aktual, cepat, dan terpercaya kebenarannya. Maksud aktual disini adalah berita harus benar-benar  terjadi sesuai kenyataan dan sedang menjadi pembicaraan saat itu.
Feature merupakan karya jurnalistik yang terdiri atas beberapa unsur, yaitu fakta atau berita, opini yang merupakan pendapat berdasarkan perspektif penulis, human interest yang dapat menggugah emosi pembaca, dan sastra. Feature adalah bentuk tulisan ringan yang mencakup beragam berita yang dapat menghibur. Feature sendiri memiliki beberapa karaktersistik yaitu kreatif, subjekif, informatif, menghibur, dan tidak dibatasi waktu. Karena dalam feature lebih menerapkan pandangan subjektif, maka diperlukan opini dari rang penulis. Opini adalah pendapat , ide atau pikiran yang berasal dari perspektif tiap individu terhadap suatu hal. Opini bukan termasuk fakta, namun bisa berubah menjadi fakta atau kenyataan jika telah dibuktikan kebenarannya.

Berbeda dengan feature yang dikemas dengan lebih menghibur, essay lebih bersifat analisis. Essay adalah karangan dalam bentuk prosa yang membahas masalah dari sudut pandang pribadi penulis.  Jadi, berbeda dengan feature yang lebih menekankan pada human interest nya, essay lebih bersifat formal dengan tujuan mengajak pembaca lebih fokus pada permasalahan yang dibahas.

Senin, 07 Oktober 2013

Korupsi?

Saatnya Generasi Penerus Bangsa yang Bertindak, Dimulai dari Sekarang atau Tidak Sama Sekali?

Mental Pengemis, Siapa yang Disalahkan?


         oleh; Muthi Azizah Faza C
Indonesia adalah negara dengan populasi penduduk yang tinggi dengan angka kepadatan penduduk yang tinggi pula. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah Amerika Serikat. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyampaikan jika tahun ini penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 250 juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun. "Tahun 2013 diperkirakan penduduk Indonesia capai 250 juta," kata Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso (http://health.liputan6.com).


Mata pencaharian penduduk Indonesia pun beragam, namun dari banyaknya penduduk di Indonesia, tidak sedikit yang bermata pencaharian sebagai pengemis. Pengemis atau biasa disebut gepeng ini menyumbang hampir 10% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2011 jumlah penduduk Indonesia adalah 259 juta, sedangkan diantaranya sebanyak 194.908 bermata pencaharian sebagai pengemis. Pengemis ini datang dari kota itu sendiri maupun dari para pendatang. Ironis memang, namun apa yang menyebabkan banyaknya jumlah pengemis di Indonesia yang bahkan meningkat setiap tahunnya? Tentu  para pengemis tidak akan melakukan pekerjaan tersebut tanpa adanya faktor penyebab. Tidak mengherankan jika tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mencari nafkah sebagai pengemis, penghasilan yang cukup menjajikan menjadi daya tarik tersendiri ditengah-tengah kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Dalam sehari, penghasilan pengemis dapat mencapai Rp 500.000,00 yang jika dijumlahkan dalam sebulan dapat mencapai Rp 15.000.000,00 (http://kompas.com). Sungguh menggiurkan, dengan  hanya diam  dan  memperlihatkan wajah memelas sambil menengadahkan tangan dapat menghasilkan uang yang lebih besar dari seorang pegawai kantor. Pemerintah seakan-akan tidak peduli dengan banyaknya pengemis di Indonesia, tidak berupaya untuk memberantas ataupun mencari solusi untuk menguranginya. Mental bangsa yang hanya mau menerima tanpa usaha ini bukanlah kesalahan dari satu elemen saja atau menyalahkan mereka sebagai pelaku, namun tak luput dari peran pemerintah yang kurang, atau bahkan pemerintah sendiri mendukung mental bangsa yang seperti pengemis ini.


Pada  tahun 2013, pemerintah meluncurkan program yang diberi nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), tidak asing memang, karena sebelumnya pemerintah telah meluncurkan program yang sama namun diberi nama Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah berharap dengan adanya program baru tersebut, tingkat kemiskinan di Indonesia dapat berkurang. Namun, apakah benar program tersebut terlaksana sesuai dengan yang diharapkan? Menurut pengamatan saya selama ini tentang program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kemiskinan yang kian meningkat, hal ini merupakan suatu kemunduran karena seolah-olah pemerintah sendiri yang mengajarkan mental pengemis kepada bangsa indonesia. Memang benar BLSM ditujukkan untuk orang-orang kurang mampu, namun kenyataannya bisa dibilang BLSM tak terkoordinir dengan baik. Dari berbagai pemberitaan media massa, terungkap data masyarakat miskin kacau. Banyak pihak yang semestinya tidak berhak menerima, justru diberikan BLSM. Sedangkan yang berhak menerima, malah luput dari kartu BLSM (http://okezone.com). Masyarakat berlomba-lomba mendapatkan BLSM , bahkan golongan mampu mendominasi antrean BLSM. Siapa yang menolak jika diberi uang dengan gratisan? Masyarakat yang kurang mampu menjadi malas untuk mencari pekerjaan karena berpikir bahwa uang dari pemerintah sudah mencukupi kehidupan mereka. Jadi, benarkah pemerintah mendukung mental bangsa yang hanya tau menerima saja tanpa adanya sumber daya manusia yang baik?


Menyalahkan tanpa adanya solusi tidak akan menyelesaikan masalah. Tidak perlu saling menyalahkan karena yang dibutuhkan saat ini adalah upaya dan tindakan yang nyata untuk Indonesia, dan siapakah yang harus mengambil peran untuk memberantas mental bangsa layaknya pengemis ini? Seluruh bangsa Indonesia lah yang menjadi tokoh utama untuk mengambil peran tersebut. Seluruh elemen memiliki peran penting untuk mempebaiki mental ini, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang baik sehingga menjadikan mental bangsa yang gigih dan bekerja keras. Pemerintah harus mengawasi dan bertindak tegas terhadap pengemis yang jumlahnya terbilang banyak ini, sanksi tidak hanya diberikan kepada para gepeng saja, namun masyarakat yang memberipun harus diberi sanksi yang tegas pula. Peraturan  bukanlah formalitas belaka yang hanya ‘menganggur’ karena diabaikan seolah-olah tidak berlaku, melainkan sebuah peraturan yang aktif dan memiliki sanksi yang tegas bila ada yang melanggarnya. Warga yang melihat seseorang memberi atau menerima pun harus melapor pada pihak yang berwenang, disinilah kerja sama tiap elemen dibutuhkan. Program pemerintah yang selama ini memberikan bantuan uang dengan cuma-cuma juga harus diperbaharui, tidak hanya asal memberi bagi yang berstatus tidak mampu, tetapi memberi arahan dan memgawasi untuk apa uang itu digunakan dan apa yang masyarakat peroleh dari bantuan tersebut. Mungkin memberi uang bukanlah solusi satu-satunya, memberi pendidikan dan pelatihan khusus untuk meningkatkan sumber daya manusia bagi masyarakat tidak mampu dapat mendidik, mengajarkan, dan menjadikan masyarakat yang bekerja keras sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia. Jadi, siapkah masyarakat Indonesia bekerja sama untuk merubah mental bangsa yang seperi pengemis ini?