oleh; Muthi Azizah Faza C
Indonesia adalah negara dengan
populasi penduduk yang tinggi dengan angka kepadatan penduduk yang tinggi pula.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk terbesar ke 4 setelah
Amerika Serikat. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
menyampaikan jika tahun ini penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 250
juta jiwa dengan pertumbuhan penduduk 1,49% per tahun. "Tahun 2013
diperkirakan penduduk Indonesia capai 250 juta," kata Deputi Bidang
Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN Sudibyo Alimoeso (http://health.liputan6.com).
Mata pencaharian penduduk
Indonesia pun beragam, namun dari banyaknya penduduk di Indonesia, tidak sedikit
yang bermata pencaharian sebagai pengemis. Pengemis atau biasa disebut gepeng
ini menyumbang hampir 10% dari total penduduk Indonesia. Pada tahun 2011 jumlah
penduduk Indonesia adalah 259 juta, sedangkan diantaranya sebanyak 194.908
bermata pencaharian sebagai pengemis. Pengemis ini datang dari kota itu sendiri
maupun dari para pendatang. Ironis memang, namun apa yang menyebabkan banyaknya
jumlah pengemis di Indonesia yang bahkan meningkat setiap tahunnya? Tentu para pengemis tidak akan melakukan pekerjaan tersebut
tanpa adanya faktor penyebab. Tidak mengherankan jika tidak sedikit masyarakat
Indonesia yang mencari nafkah sebagai pengemis, penghasilan yang cukup
menjajikan menjadi daya tarik tersendiri ditengah-tengah kurangnya lapangan
pekerjaan di Indonesia. Dalam sehari, penghasilan pengemis dapat mencapai Rp
500.000,00 yang jika dijumlahkan dalam sebulan dapat mencapai Rp 15.000.000,00
(http://kompas.com). Sungguh menggiurkan, dengan hanya diam dan
memperlihatkan wajah memelas sambil menengadahkan tangan dapat
menghasilkan uang yang lebih besar dari seorang pegawai kantor. Pemerintah
seakan-akan tidak peduli dengan banyaknya pengemis di Indonesia, tidak berupaya
untuk memberantas ataupun mencari solusi untuk menguranginya. Mental bangsa
yang hanya mau menerima tanpa usaha ini bukanlah kesalahan dari satu elemen
saja atau menyalahkan mereka sebagai pelaku, namun tak luput dari peran
pemerintah yang kurang, atau bahkan pemerintah sendiri mendukung mental bangsa
yang seperti pengemis ini.
Pada tahun 2013, pemerintah meluncurkan program yang diberi
nama Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), tidak asing memang, karena
sebelumnya pemerintah telah meluncurkan program yang sama namun diberi nama
Bantuan Langsung Tunai (BLT). Pemerintah berharap dengan adanya program baru
tersebut, tingkat kemiskinan di Indonesia dapat berkurang. Namun, apakah benar
program tersebut terlaksana sesuai dengan yang diharapkan? Menurut pengamatan
saya selama ini tentang program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi
kemiskinan yang kian meningkat, hal ini merupakan suatu kemunduran karena
seolah-olah pemerintah sendiri yang mengajarkan mental pengemis kepada bangsa
indonesia. Memang benar BLSM ditujukkan untuk orang-orang kurang mampu, namun
kenyataannya bisa dibilang BLSM tak
terkoordinir dengan baik.
Dari berbagai pemberitaan media massa, terungkap data masyarakat miskin kacau.
Banyak pihak yang semestinya tidak berhak menerima, justru diberikan BLSM.
Sedangkan yang berhak menerima, malah luput dari kartu BLSM (http://okezone.com). Masyarakat berlomba-lomba mendapatkan BLSM , bahkan
golongan mampu mendominasi antrean BLSM. Siapa yang menolak jika diberi uang
dengan gratisan? Masyarakat yang kurang mampu menjadi malas untuk
mencari pekerjaan karena berpikir bahwa uang dari pemerintah sudah mencukupi
kehidupan mereka. Jadi, benarkah pemerintah mendukung mental bangsa yang hanya
tau menerima saja tanpa adanya sumber daya manusia yang baik?
Menyalahkan tanpa adanya solusi
tidak akan menyelesaikan masalah. Tidak perlu saling menyalahkan karena yang
dibutuhkan saat ini adalah upaya dan tindakan yang nyata untuk Indonesia, dan
siapakah yang harus mengambil peran untuk memberantas mental bangsa layaknya pengemis
ini? Seluruh bangsa Indonesia lah yang menjadi tokoh utama untuk mengambil
peran tersebut. Seluruh elemen memiliki peran penting untuk mempebaiki mental
ini, pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menciptakan kondisi
yang baik sehingga menjadikan mental bangsa yang gigih dan bekerja keras.
Pemerintah harus mengawasi dan bertindak tegas terhadap pengemis yang jumlahnya
terbilang banyak ini, sanksi tidak hanya diberikan kepada para gepeng saja,
namun masyarakat yang memberipun harus diberi sanksi yang tegas pula.
Peraturan bukanlah formalitas belaka
yang hanya ‘menganggur’ karena diabaikan seolah-olah tidak berlaku, melainkan
sebuah peraturan yang aktif dan memiliki sanksi yang tegas bila ada yang
melanggarnya. Warga yang melihat seseorang memberi atau menerima pun harus
melapor pada pihak yang berwenang, disinilah kerja sama tiap elemen dibutuhkan.
Program pemerintah yang selama ini memberikan bantuan uang dengan cuma-cuma
juga harus diperbaharui, tidak hanya asal memberi bagi yang berstatus tidak
mampu, tetapi memberi arahan dan memgawasi untuk apa uang itu digunakan dan apa
yang masyarakat peroleh dari bantuan tersebut. Mungkin memberi uang bukanlah
solusi satu-satunya, memberi pendidikan dan pelatihan khusus untuk meningkatkan
sumber daya manusia bagi masyarakat tidak mampu dapat mendidik, mengajarkan,
dan menjadikan masyarakat yang bekerja keras sehingga dapat meningkatkan sumber
daya manusia. Jadi, siapkah masyarakat Indonesia bekerja sama untuk merubah
mental bangsa yang seperi pengemis ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar